Senin, 10 Desember 2018

Artikel Terkait lahan kritis di kabupaten bangai dengan menggunakan pendekatab SIG

Jambura Geoscience Review (xxxx) x (x): pp-pp


Jambura Geoscience Review
P-ISSN: 2623-0682
Journal homepage: http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jgeosrev


Persebaran Lahan Kritis di Kabupaten Banggai Menggunakan Pendekatan Sistem Informasi Geografis
Indrawana, Yusran Husaina
a Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo, 96128 Indonesia
INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Status artikel:
Diterima: ...............
Disetujui: .............
Tersedia online: ...............

The existence of land is an important aspect in the lives of humans and other living things. However, the problem of forest and land damage continues to occur and experience an increase resulting in land becoming critical. Therefore, information about the distribution of critical land is very important for determining policies so that the quality of the land can be maintained properly. The aim of the study was to provide comparative data for the government and local communities about the distribution of critical land in Banggai District using the Geographic Information System (GIS) method. Land in Banggai Regency is still dominated by uncritical land. Therefore this is a good thing and needs to be improved in terms of land management. The use of the Geographic Information System method in providing information about the distribution of critical land has advantages such as processing data that is relatively easier than other methods (such as field surveys). But there are also shortcomings of the methods used in this method, which is the accuracy of the data produced which may not be accurate enough to do more detailed mapping.  

Kata kunci:
Persebaran
Lahan Kritis
SIG
Manajemen Lahan
Metode
Survey Lapangan

Penulis korespondensi:
Indrawan
Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo, 96128 Indonesia
1.   Pendahuluan
Keberadaan lahan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.Akan tetapi persoalan kerusakan hutan dan lahan terus terjadi dan mengalami peningkatan sehingga mengakibatkan lahan menjadi kritis. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 52/KptsII/2001 tentang pedoman penyelenggaraan pengelolaan Daerah Aliran Sungai dijelaskan bahwa lahan kritis merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air. Dari tahun 2006 sampai tahun 2010 jumlah luas lahan kritis di Indonesia mengalami peningkatan dari 77.806.880,78 Ha pada tahun 2006 dan tahun 2010 bertambah menjadi 82.176.443,64 Ha serta upaya pemerintah untuk melakukan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) juga semakin meningkat, pada tahun 2010 pemerintah mampu melakukan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sebesar 1.124.512 Ha yaitu 157.588 Ha dalam kawasan hutan dan 966.924 Ha untuk lahan di luar hutan (Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutani Sosial, Statistik Kehutanan, 2011).
Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan biologi karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, permukiman dan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungan (Puslittanak, 1997). Lahan kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang telah ditentukan atau diharapkan (Romenah, dkk., 2010). Secara umum lahan kritis merupakan salah satu indikator adanya degradasi lingkungan sebagai dampak dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang bijaksana (Nugroho dan Prayogo, 2008).
Ciri utama lahan kritis adalah gundul, terkesan gersang dan bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah dan pada umumnya terletak di wilayah dengan topografi lahan berbukit atau berlereng curam (Prawira, dkk., 2005; Herdiana, 2008). Tingkat produksi rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg), rendahnya kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, serta tingginya kadar Al dan Mn yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi.
Selain itu pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah relatif rendah yaitu 4,8 hingga 5,2 karena mengalami pencucian tanah yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman (BP DAS Tondano, 2011). Tujuan dari penelitian adalah untuk menyediakan data pembanding bagi pemerintah dan masyarakat setempat tentang persebaran lahan kritis di Kabupaten Banggai menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG)
2.             Metodologi
2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Banggai terletak antara 112023’ – 124020’ Bujur Timur dan 0030’ – 2020’ Lintang Selatan dengan luas wilayah 9.672,70 km2. Secara administratif Kabupaten Banggai berbatasan dengan:
1) Teluk Tomini di sebelah Utara
2) Laut Maluku di sebelah Timur
3) Kabupaten Banggai Kepulauan di sebelah Selatan
 4) Kabupaten Tojo Una-Una dan Kabupaten Morowali di sebelah Barat.
Jika di lihat dari Kontek Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Banggai berada pada bagian timur tepat dipesisir pulau Sulawesi. Dilihat dari posisinya Kabupaten Banggai dapat berperan sebagai penghubung antara banggai Kepulauan dengan wilayah lain diwilayah Sulawesi Tengah. Jarak antara ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten lain di Sulawesi Tengah.
Luas wilayah Kabupaten Banggai adalah berupa daratan seluas 9.672,70 Km2. Hingga akhir 2011, wilayah administrasi Kabupaten Banggai berkembang menjadi 18 kecamatan, 46 kelurahan, 291 desa dan 2 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT).
Hasil gambar untuk peta administrasi kabupaten banggai
Gambar 2.1 Peta administrasi Kabupaten Banggai (Pemerintah Kabupaten Banggai)
2.1.         Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan November hingga Desember 2018.
2.3 Data Penelitian
       Data penelitian diperoleh dari Peta Lahan Kritis Sulawesi skala 1:50.000 tahun 2016 oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 tahun 2010 oleh Badan Informasi Geospasial.
2.4 Teknik Pengolahan Data
          Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) yaitu dengan metode Clipping Peta Lahan Kritis Sulawesi skala 1:50.000 tahun 2016 oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan wilayah administrasi Kabupaten Banggai yang didapatkan dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 tahun 2010 oleh Badan Informasi Geospasial untuk mendapatkan Peta Persebaran Lahan Kritis di Kabupaten Banggai.
       Sedangkan untuk luasan kategori lahan dihitung dengan menggunakan metode Calculate Geometry. Calculate Geometry merupakan salah satu metode perhitungan luasan area yang dilakukan dengan mengubah sistem koordinat area tersebut (dalam ekstensi shp.) dari koordinat geografis ke koordinat UTM untuk mendapatkan luasan area yang akurat.  
3.   Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil
 
Gambar 3.1 Peta Persebaran Lahan Kritis di Kabupaten Banggai


Tabel 3.1 Luasan Per Kategori Lahan di Setiap Kecamatan
Nama Kecamatan
 Luas Kondisi Lahan (Ha)
 Tidak Kritis
 Potensial Kritis
 Agak Kritis
 Kritis
 Sangat Kritis
 Balantak
       13.244,21

              250,45


 Balantak Utara
       28.813,66




 Balantak Selatan
         7.261,09




 Batui
       60.330,01




 Batui Selatan
       48.914,94




 Bualemo
       79.954,17
                     1.407,14
           4.497,60


 Bunta
       57.181,66
                        516,06



 Kintom
       36.654,70
                        591,58



 Lamala
       15.715,01

                84,70


 Lobu
         6.053,04
                        309,48
              511,75

                           5,05
 Luwuk
         6.206,33




 Luwuk Selatan
       15.421,22




 Luwuk Timur
       20.054,24




 Luwuk Utara
       20.501,16




 Mantoh
       17.564,69

              723,86


 Masama
       17.191,74




 Moilong
         6.618,34




 Nambo
       15.095,40
                     2.292,09



 Nuhon 
       97.980,29
                     1.120,29

         24,76

 Pagimana
       69.056,49
                     2.126,71
           4.694,92

                    1.230,53
 Simpang Raya
       22.188,12
                        634,95



 Toili
       52.296,14


    2.812,89
                    3.418,40
 Toili Barat
       48.049,31

              983,41
    3.550,55

Total








3.2 Pembahasan
   Dari data diatas dapat diketahui bahwa daerah yang belum mempunyai lahan potensial kritis adalah Kecamatan Balantak Utara, Balantak Selatan, Batui, Batui Selatan, Luwuk, Luwuk Selatan, Luwuk Timur, Luwuk Utara, Masama dan Moilong. Daerah yang memiliki lahan potensial kritis adalah Kecamatan Pagimana (2.126,71), Bualemo (1.407,14 Ha), Bunta (516,06 Ha), Kintom (591,58), Lobu (309,48), Nambo (2.292,09), Nuhon (1.120,29), dan Simpang Raya (634,95). Daerah yang memiliki lahan agak kritis adalah Kecamatan Balantak (250,45 Ha), Bualemo (4.497,60 Ha), Lamala (84,70 Ha), Lobu (511,75 Ha), Mantoh (723,86 Ha), Pagimana (4.694,92 Ha), dan Toili Barat (983,41 Ha). Daerah yang memiliki lahan kritis adalah Kecamatan Nuhon (24,76 Ha), Toili (2.812,89 Ha) dan Toili Barat (3.550,55 Ha). Daerah yang memiliki lahan yang sangat Kritis adalah Kecamatan Lobu (5,05 Ha), Pagimana (1.230,53 Ha) dan Toili (3.418,40 Ha).
Kelebihan dari metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pengolahan data yang relatif lebih mudah dari metode lainnya (seperti survey lapangan). Namun terdapat pula kekurangan dari metode yang digunakan dalam metode ini yaitu akurasi dari data yang dihasilkan yang mungkin belum cukup akurat untuk melakukan pemetaan yang lebih detail. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi data pembanding bagi pemerintah dan masyarakat setempat dalam perencanaan yang menyangkut dengan pemanfaatan lahan. Metode ini juga sangat bergantung pada kesediaan data pendukung lainnya.
4.   Kesimpulan
            Lahan di Kabupaten Banggai masih di dominasi oleh lahan tidak kritis. Oleh karena itu ini merupakan hal yang baik dan perlu ditingkatkan dalam hal manajemen lahan. Penggunaan metode Sistem Informasi Geografis dalam memberikan informasi tentang persebaran lahan kritis mempunyai kelebihan antara lain adalah pengolahan data yang relatif lebih mudah dari metode lainnya (seperti survey lapangan). Namun terdapat pula kekurangan dari metode yang digunakan dalam metode ini yaitu akurasi dari data yang dihasilkan yang mungkin belum cukup akurat untuk melakukan pemetaan yang lebih detail.
5.   Ucapan Terima Kasih
Pertama-tama kami ingin mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala nikmat dan rahmat yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami ucapkan kepada Bapak Rahmat Lahay S.Pd., M.Si., Selaku dosen pengampu mata kuliah Geografi Lingkungan dan Sumberdaya yang telah memberi kami bimbingan selama penelitian, kami juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak Laboratoriun Geografi Universitas Negeri Gorontalo yang telah menyediakan faslitas dan data pendukung untuk penelitian ini dan untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini yang kami tidak dapat sebutkan satu persatu, kami ucapkan terima kasih. 
Referensi 
Balai Pengelolaan DAS Tondano. (2011). Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe. Manado
Departemen Kehutanan. (1998). Parameter Penentu Kekritisan Lahan. Departemen Kehutanan. SK Dirjen RRL No.041/Kpts/V/1998. Jakarta.
Herdiana, D. (2008). Identifikasi Lahan Kritis dalam Kaitannya dengan Penataan Ruang dan Kegiatan
Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Sumedang. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nugroho, S.P. dan Prayogo, T. (2008). Penerapan SIG untuk Penyusunan dan Analisis Lahan Kritis pada Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Agam Kuantan, Provinsi Sumatera Barat. Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Prawira, A.Y., Wikantika, K. dan Hadi, F. (2005). Analisis Lahan Kritis di Kota Bandung Utara Menggunakan Open Source GRASS. Prosiding PIT MAPIN XIV. Bogor.
Puslittanak. (1997). Panduan Pemetaan Lahan Kritis. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Romenah, Eko Tri Rahardjo dan Asih Priati. (2010). Lahan Potensial dan Lahan Kritis. Materi Kuliah. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.



Lampiran

Tabel Pembagian Tugas dalam Penyusunan Artikel
Indrawan
Yusran Husain
Pengolahan data
Penyusunan metode
Penyusunan hasil dan kesimpulan
Penyusunan latar belakang artikel
Pencarian teori pendukung
Pencarian penelitian-penelitian terkait


Tidak ada komentar:

Posting Komentar