Senin, 20 November 2017

makalah Teori Belajar Kognitivisme

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial sekaligus makhluk ciptaan tuhan yang maha esa yang paling sempurnah diantara makhluk hidup lainnya. Manusia dibekali dengan
akal sehat dan juga otak, sehingga manusia dapat menggunakan akal tersebut untukberfikir sebelum melakukan sesuatu, sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan yang dia miliki.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadibersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat ataupun merevisi hasilbelajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang membantu individu belajardan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat asas yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuattentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diujiserta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat asas tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur danprinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
Teori belajar adalahsuatu teori yang di dalamnya terdapat tata carapengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak ditemukan teori belajar yang menitik beratkan pada perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana Pengertian Teori Belajar Kognitivisme?
1.2.2        Apa Tujuan Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran?
1.2.3        Bagaimana Penerapan Teori Kognitivisme Dalam Proses Pembelajaran?
1.2.4        Bagaimana Penerapan Teori Kognitivisme Dalam Kurikulum?
1.2.5        Bagaiman System Assesmen?
1.3  Tujuan
1.3.1        Mahasiswa Dapat Mengetahui Pengertian Teori Belajar Kognitivisme.
1.3.2        Mahasiswa Dapat Mengetahui Tujuan Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran.
1.3.3        Mahasiswa Dapat Mengetahui Penerapan Teori Kognitivisme Dalam Proses Pembelajaran.
1.3.4        Mahasiswa Dapat Mengetahui Penerapan Teori Kognitivisme Dalam Kurikulum.
1.3.5        Mahasiswa Dapat Mengetahui System Assesmen.



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitivisme
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas kognition/kognisi ialah perolehan penataan, penggunaan pengetahuan. (Neisser:1976 dalam Muhibbin 1995:65)
Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan teori ini lebih menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam teori behaviorisme, lebih dari itu belajar dengan teori kognitivisme melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yangberkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak hanya berjalan terpatah-patah, terpisahpisah,tetapi melalui proses mengalir, bersambung dan menyeluruh.
Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencariinformasi, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuantertentu. Para psikolog pendidikan kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi atau pengetahuan yang baru.
A.    Robert M. Gagne
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.
B.     Jean Piaget
Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu :
1)      Asimilasi : proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.
2)      Akomodasi : proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
3)      Equilibrasi : penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap satu debfab tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi tingkat
kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.
2.2 Tujuan Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran
Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Didalamnya terkandung tujuan yang menjadi target pembelajaran dan menyediakan pilar untuk menyediakan pengalaman-pengalaman belajar. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Oleh karena itu pembelajaran pasti mempunyai tujuan. Tujuan pembelajaran adalah membantu pada siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa (Darsono, 2002: 24).
Tujuan teori psikologi untuk membentuk hubungan yang teruji, yang teramalkan dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan mereka secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya. Untuk dapat memahami atau memprediksi suatu perilaku, kita harus memperhatikan orang tersebut dengan lingkungan psikologisnya sebagai pola dari fakta dan fungsi-fungsi yang saling membutuhkan.
Teori kognitif dikembangkan terutama untuk membantu guru memahami muridnya. Ternyata, hal ini juga dapat membantu guru memahami dirinya sendiri dengan lebih baik. Menurut teori kognitif, belajar diartikan sebagai proses interaksional seseorang memperoleh pemahaman baru atau struktur kognitif dan mengubah hal-hal yang lama. Agar belajar menjadi efektif, guru harus memperhatikan dirinya sendiri dan orang lain. Jadi, psikologi kognitif dikembangkan dengan maksud membantu guru-guru mampu memahami muridnya secara lebih baik. Psikologi kognitif mengembangkan sistem psikologi yang bermanfaat untuk berhubungan dengan anak-anak dan pemuda pada saat belajar.
Teori belajar kognitif dibentuk dengan tujuan mengkonstruksi prinsip-prinsip belajar secara ilmiah. Hasilnya berupa prosedur-prosedur yang dapat diterapkan pada situasi kelas untuk mendapatkan hasil yang sangat produktif. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungan psikologisnya merupakan faktor-faktor yang kait-mengait. Teori ini dikembangkan berdasarkan. tujuan yang melatarbelakangi perilaku, cita-cita, cara-cara, dan bagaimana seseorang memahami diri dan lingkungannya dalam usaha untuk mencapai tujuan dirinya. Setiap pengertian yang diperoleh dari memahami diri sendiri dan lingkungannya disebut insight.
2.3 Penerapan Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran
teori belajar Kognitivisme tidak lepas dari rangkaian proses pembelajaran. Menurut Munif Chatib yang lebih ditekankan adalah the best process, bukan the best input. Yang jelas perpatokan pada kata “setiap insan terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang berbeda antara yang satu dan yang lain”. Belajar sendiri adalah perubahan persepsi atau pemahaman. Dalam proses kegiatan belajar mengajar yang menjadi titik paling dominan adalah mementingkan terbentuknya struktur kognitif sebagai usaha memecahkan masalah yang didasarkan kepada insight. Istilah insight adalah pengetahuan baru yang diperoleh setelah melalui proses pengumpulan informasi, relatif mudah diingat, dan mampu dijadikan acuan dalam menyelesaikan persoalan baru. Dengan demikian seorang guru dapat mengajar dengan cara memasuki dunia anak. “gaya mengajar guru adalah gaya belajar siswa” (Chatib, 2014:8-9)
Dalam aplikasinya, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra-sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Piaget menjabarkan aplikasinya dalam pendidikan;
1)      Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif,
2)      Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktifdalam kegiatan belajar, anak didorong menentukan sendiri pengetahuannyamelalui interaksi spontan dengan lingkungan,
3)      Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan,
4)      Mengutamakanperan siswa untuk saling berinteraksi, bertukar ide/gagasan – gagasan untukperkembangan penalaran
Dikemukakan pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1)      Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu ketika mengajar guru harus padai menyesuaikan penggunaan bahasa dengan cara berfikir anak.
2)      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungandengan baik. Peran Guru dalam hal ini harus mampu membimbing, mengarahkan anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3)      Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidakasing, menarik dan menyenangkan anak didik, bukan membebani anak didik.
4)      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangan usianya.
5)      Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk salingberbicara menceritakan pengalamannya.
6)      Pendidikan berbasis aktifitas bisa diterapkan, berikan peran bagi anakdalam proses pembelajaran.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan pembalejaran,mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sbagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavoristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarnya mengkuti prinsip-prinsp sebagai berikut :
1.      Siswa bukan sebagai oang dewasa yang muda dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.     Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan bnda-benda konkret.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan seswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5.      Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi belajar disusun dengan menggunakan pola dan atau logika tertentu, dari sederhana kekompleks.
6.     Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7.     Adanya perbedaaan individual pada diri siswa perludiperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan lajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampan berfikir, pengetahuan awal dan sebagainya.
2.4 Penerapan Teori Kognitivisme Dalam Kurikulum
Aplikasi teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran lebih memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain itu, peran siswa sangat diharapkan untuk berinisiatif dan terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Teori ini juga memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan per- kembangan. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal.
Teori ini juga mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi. Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar bukan hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan pada proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.
Bagi para penganut aliran kognitifisme, pembelajaran dipandang sebagai upaya memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan internalisasi dapat berlangsung secara benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang perlu sebagai berikut:
1)      Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban
2)      Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak.
3)      Setiap usaha mengkonseptualisasikan materi pembelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa belajar.
4)      Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.
2.5 Sistem Assesmen Teori Kognitivisme
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab-akibat.
Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
1)      Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
2)      Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskanpengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3)      Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.
4)      Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuanmengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
5)      Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6)      Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.    
Model pembelajaran adalah merupakan perencanaan yang dapat digunakan sebagai pola face to face/saling berhadapan dalam pengajaran di kelas, atau pengaturan dalam tutorial atau bentuk dari bahan-bahan instruksional.
Menurut Bruce Joyce dkk, model pembelajaran adalah model pelajaran, untuk membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, kemampuan berfikirdan dapat mengaktualisasi diri, juga diajarkan kepada siswa bagaimana belajar yang efektif dan sistematis sehingga kedepan dihasilkan siswa yang dapat meningkatkan kemampuannya belajar lebih mudah dan efektif dalam keilmuan dan keterampilan, karena mereka sudah memdapat proses pembelajaran yang tuntas. Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.
Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori adalah seperangkat asas tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.
Teori kognitif dikembangkan bertujuan terutama untuk membantu guru memahami muridnya. Ternyata, hal ini juga dapat membantu guru memahami dirinya sendiri dengan lebih baik.
Dalam teori kognitif guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra-sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifansiswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakanpola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
3.2 Saran
Hendaknya pengetahuan tentang kognitivisme siswa perlu dikaji secara mendalam oleh calon guru dan para guru demi menyukseskan  proses belajar dikelas.Tanpa pengetahuan tentang kognitivisme siswa, guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkannya dikelas, yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru dikelas.


DAFTAR PUSTAKA

Chatib, Munif. Sekolahnya Manusia. Bandung: Kaifa, 2014.
Darsono.2002:24-25.Theori Pembelajaran.Jakarta:Erlangga
Joyce, Bruce dkk. (2009). Model of Teaching (Model-Model Pengajaran) edisi ke delapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Syah. Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1995.
Sax, Gilbert.(1980). Principles of Education Measurement and Evalution (second ed). California: Wadsworth Publishing

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar