Senin, 20 November 2017

makalah Teori Belajar Konstruktivisme

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Istilah constructivism (yang dalam Bahasa Indonesia  diserap Menjadi konstruksivisme) berasal  dari  kata kerja Inggris "to construct". Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin "con struere" yang berarti menyusun atau membuat struktur. Konsep inti konstruktivisme  dengan demikian adalah proses penstrukturan atau pengorganisasian. Secara istilah, konstruktivisme merupakan suatu aliran filsafat  ilmu,  psikologi dan teori belajar mengajar yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri
Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta kualitas kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, tentu saja hal ini membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kondisinya. Sehingga berbagai teori, metode dan desain pembelajaran serta pengajaran pun dibuat dan diciptakan untuk mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan kerumitan permasalahan pendidikan. Jadi memang itulah yang menjadi esensi pendidikan itu sendiri, yakni bagaimana menciptakan sebuah kehidupan lebih baik yang tercipta dari proses pendidikan yang kontekstual dan mampu menyerap aspirasi zaman dengan tepat dan sesuai.
Guru di dalam melaksanakan pembelajaran, juga harus bisa memilih maupun menetapkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat di kelas sehingga hasil pembelajaran lebih optimal, selayaknya seseorang dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari yang harus mampu menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Guru pun demikian, harus bisa menetapkan pendekatan pembelajaran yang tepat.
Masing – masing individu akan memilih cara dan gayanya sendiri untuk belajar dan mengajar, namun setidak-tidaknya ada karakteristik tertentu dalam pendekatan pembelajaran tertentu yang khas dibandingkan dengan pendekatan lain. Salah satu contoh pendekatan pembelajaran adalah pendekatan konstruktivisme. Martin. Et. Al (dalam Gerson Ratumanan, 2002) mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru. Hubungan tersebut dikonstruksikan oleh siswa untuk kepentingan mereka sendiri. Elemen kuncinya adalah bahwa orang belajar secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri, membandingkan informasi baru dengan pemahaman sebelumnya dan menggunakannya untuk menghasilkan pemahaman baru. Untuk itu, setiap pelajaran di sekolah perlu diarahkan untuk selalu mendidik siswa agar mengkonstruksikan pengetahuannya.

1.2  Rumusan Masalah
a.             Apa yang dimaksud dengan konstruktivisme ?
b.            Apa Tujuan Dari Teori Belajar Konstruktivisme ?
c.             Bagaimana pembelajaran menurut konstruktivisme ?
d.            Bagaimana Penerapan Teori Konstruktivisme Dalam Kurikulum?
e.             Apa saja kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme ?
2.2 Tujuan
a.             Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konstruktivisme.
b.            Untuk mengetahui bagaimana Teori Belajar Konstruktivisme
c.             Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran menurut konstruktivisme.
d.            Mahasiswa Dapat Mengetahui Bagaimana Penerapan Teori Kognitivisme Dalam Kurikulum.
e.             Untuk mengetahui apa saja kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari teori Belajar konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan  guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Tran Vui juga mengatakan bahwa teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et. Al mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembangan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Dalam hal tahap-tahap pembelajaran, pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada pembelajaran top-down processing, yaitu siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan (dengan bantuan guru), kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan. Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan komanya.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya. Berdasarkan konstruktivisme, akibatnya orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa (student centered instruction).

2.1.2 Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis menurut beberapa literatur yaitu sebagai berikut.
a.       Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
b.      Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
c.       Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.
d.      Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.

2.1.3  Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.      Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.      Struktur pembelajaran seputar konsep diutamakan pada pentingnya sebuah pertanyaan.
6.      Mencari dan menilai pendapat siswa.
7.      Menyesuaikan bahan pengajaran untuk menanggapi anggapan siswa.
2.2 Tujuan Teori Konstruktivisme
1)      Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2)      Mengembangkan  kemampuan  siswa  untuk  mengejukan  pertanyaan  dan  mencari sendiri pertanyaannya.
3)      Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4)      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5)      Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya.
2.3  Pembelajaran Menurut Konstruktivisme
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.
Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar mengajar yang sesuai dengan karakteristik IPA dan memperhatikan perspektif siswa sekolah dasar. Pembelajaran yang dimaksud diatas adalah pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa, menerangkan pada kemampuan minds-on dan hands-on serta terjadi interaksi dan mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
a.       Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
b.      Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.
c.       Adanya lingkungan sosial yang kondusif,
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
d.      Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
e.       Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan. Pembelajaran kontruktuvisme merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa dalam pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti pembelajaran bihavioristik. Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong menolong dan siswa di tugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan bagaimana sikap tolong menolong terbangun. Dan setelah itu guru memberi pengarahan yang lebih lanjut. Siswa lebih mamahami makna ketimbang konsep.

2.4 Penerapan Teori Konstruktivisme Dalam Kurikulum
Pada  awalnya  istilah  kurikulum  digunakan    dalam  dunia  olah  raga  pada  jaman Yunani  Kuno.  Curriculum  dalam  bahasa  Yunani  berasal  dari  kata “ Curir“ artinya  pelari dan “ Curere“ artinya ditempuh atau berpacu. Curriculum diartikan jarak yang harus  ditempuh  oleh  pelari.  Mengambil  makna    yang  terkandung  dari  rumusan  tersebut,  kurikulum    dalam pendidikan  diartikan  sejumlah  mata  pelajaran  yang  harus  ditempuh atau  diselesaikan  anak  didik  untuk  memperoleh  ijazah. Hilda  Taba,  mengartikan  kurikulum  sebagai  a  plan  for  learning,  yakni  sesuatu  yang direncanakan untuk dipelajari oleh anak-anak.
Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Konstruktivise merupakan lndasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual. Konstruktivisem memandang bahwa belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri. Siswa dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Belajar dalam teori konstruktivisme adalah merupakan proses aktif dari peserta didik untuk merekonstruksi makna dengan cara memahami teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik. Belajar merupakan proses menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya semakin berkembang.
2.4.1 Konstruktivisme Dalam Kurikulum 2013
Jika dilihat dari paparan diatas, pendekatan saintifik yang digunakan dalam kurikulum 2013 merupakan terjemahan lain dari model pembelajaran konstruktivisme. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa pendekatan saintifik atau ilmiah mengasumsikan suatu konstruksi pengetahuan baru bagi siswa melalui proses mengamati, menanya, menalar dan mencoba. Hal tersebut merupakan cirri-ciri dari pendekatan konstruktivisme yang juga memberikan ruang bebas terhadap siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya secara mandiri. Pergeseran posisi guru dalam kurikulum 2013 yang hanya sebatas menjadi fasilitator dan pengarah bagi siswa juga menjadi argumentasi lain dari terakomodasinya model pendekatan konstruktivisme. Artinya, model seperti Problem Based Learning juga menjadi salah satu pilihan dari metode pembelajaran yang bersifat konstruktifis dalam implementasi kurikulum 2013.
Selain itu, discovery learning yang diintrodusir oleh Piaget juga menjadi bagian penting dalam pendekatan saintifik yang ada dalam kurikulum 2013. Menjadi tidak asing lagi bahwa pendekatan konstruktivis yang sudah mulai ramai didiskusikan dan diterapkan di sekolah-sekolah memberikan harapan baru bagi generasi-generasi masadepan. Malaysia pun telah menjadikan pendekatan konstruktivisme sebagai pendekatan utamanya dalam kurikulum.
Beberapa penelitian tentang pembelajaran konstruktivisme juga menunjukan hasil-hasil yang positif seperti yang dilakukan oleh Zuarainu Mat Jasin dan Abdul Sukor Shari bahwa antara pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis dengan pendekatan konvensional menunjukan perbedaan yang signifikan. Kelas eksperimen yang dilakukan treatmen dengan pendekatan konstruktivisme lebih tinggi dari kelas dengan pendekatan konvensional. Penelitian tersebut semakin mengafirmasi pendekatan konstruktivisme yang memang teruji untuk diterapkan dalam sebuah pembelajaran.
2.5  Kendala - Kendala dalam Penerapan Pembelajaran menurut Konstruktivisme
      Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses dan hasil belajar. Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme di kelas. Kendala-kendala yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.  Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini telah terbiasa mengajar dengan menggunakan pendekatan tradisional, mengubah kebiasaan ini merupakan suatu hal yang tidak mudah.
2.   Guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Guru konstruktivis dituntut untuk lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam memilih menggunakan media yang sesuai.
3.   Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar. Guru khawatir target pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai.
4.   Sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir. Padahal yang terpenting dari suatu pembelajaran adalah proses belajarnya bukan hasil akhirnya.
5.   Besarnya beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh, dan banyaknya pelajaran yang harus dipelajari siswa merupakan yang cukup serius.
6.   Siswa terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap “menunggu informasi” menjadi “pencari dan pengkonstruksi informasi” merupakan kendala itu sendiri.
7.   Adanya budaya negatif di lingkungan siswa. Salah satu contohnya di lingkungan rumah. Pendapat orang tua selalu dianggap paling benar, ank dilarang membantah pendapat orang tuanya. Kondisi ini juga terbawa ke sekolah. Siswa terkondisi untuk “mengiakan” pendapat atau penjelasan guru. Siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda dengan gurunya.


















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri.
2.      Komparasi pembelajaran behaviorisme dengan konstruktivisme meliputi pandangan tentang pengetahuan, belajar dan pembelajaran, masalah belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran, serta evaluasi.
3.      Pembelajaan menurut konstruktivisme yaitu kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka.
4. Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Konstruktivise merupakan lndasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual. Konstruktivisem memandang bahwa belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri. Siswa dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya.
5.   Kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme yaitu : sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru, guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme, adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar, sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir, besarnya beban mengajar guru, siswa terbiasa menunggu informasi dari guru, dan adanya budaya negatif di lingkungan siswa.
3.2 Saran
          Penulis menyadari kekurangan dari makalah ini. Sehingga kami manyarankan kepada pembaca agar bisa memberikan kritik dan sarannya, agar makalah ini bisa jadi lebih baik. Terima kasih.














DAFTAR PUSTAKA
Anekaragammakalah. 2012. Makalah Teori Belajar Konstruktivisme. Blogspot.com; diakses online pada tanggal 7 Mei 2013.
Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Pranita, Tya. 2010. Teori Konstruktivisme. Kompasiana.com; diakses online pada tanggal 7 Mei 2013.
Karli, H. dan Yuliariatiningsih, M.S. (2003). Model-Model Pembelajaran. Bandung : Bina Media Informasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar